SEJARAH TEORI SOSIOLOGI

A. Pengertian Teori
Ada tiga istilah yang sering dikaburkan maknanya yaitu konsep, proposisi dan teori. Konsep adalah abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus (Rakhmat, 1989:16), misalnya hijau, biru, hitam digeneralisasikan sebagai warna. Zina, mabuk, pasang nomor buntut, digeneralisasikan sebagai mungkar. Sedekah, puasa, shalat digeneralisasikan sebagai makruf.


1. Mashab Geografi dan Lingkungan
Teori ini mencoba menghubungkan antara kehidupan masyarakat dengan kondisi geografi dan lingkungan. Teori ini dikembangkan oleh Edward Buckle dari Inggris (1821-1862) dan Le Play dari Perancis (1806-1888). Di dalam hasil karyanya yang berjudul History of Civilization in England. Mereka melihat pengaruh keadaan alam terhadap masyarakat. Di dalam analisisnya, dia telah menemukan beberapa keteraturan hubungan antara keadaan alam dengan tingkah laku manusia. Misalnya, terjadinya bunuh diri adalah sebagai akibat rendahnya penghasilan, dan tinggi rendahnya penghasilan tergantung dari keadaan alam (terutama iklim dan tanah). Taraf kemakmuran masyarakat juga sangat tergantung pada keadaan alam di mana masyarakat hidup.
2. Mazhab Organis dan Evolusioner
Tokoh-tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Herbert Spencer (1820-1903). Herbert Spencer adalah orang yang pertama-tama menulis tentang masyarakat atas dasar data empiris yang kongkrit.. Menurutnya suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan dengan adanya diferensiasi antara bagian-bagiannya. Hal ini berarti adanya organisasi fungsi yang lebih matang antara bagian-bagian organisme tersebut dan integrasi yang lebih sempurna pula. Secara evolusioner, maka tahap organisme tersebut akan semakin sempurna sifatnya. Dengan demikian, maka organisme tersebut ada kriterianya yaitu kompleksitas, diferensiasi dan integrasi. Kriteria mana akan dapat diterapkan pada setiap masyarakat. Evaluasi sosial dan perkembangan sosial pada dasarnya berarti bertambahnya diferensiasi dan integrasi, peningkatan kerja, dan suatu transisi dari keadaan homogen ke keadaan yang heterogen.
Tokoh lain yang masuk dalam mazhab ini adalah W.G. Sumner (1840-1910). Salah satu hasil karyanya adalah folkways yang merupakan karya klasik dalam kepustakaan sosiologi. Folkways dimaksudkan dengan kebiasaan-kebiasaan sosial yang timbul secara tidak sadar dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan mana menjadi bagian dari tradisi. Hampir semua aturan-aturan kehidupan sosial, upacara, sopan santun, kesusilaan, dan sebagainya termasuk ke dalam folksways tersebut. Aturan-aturan tersebut merupakan kaidah-kaidah kelompok yang masing-masing mempunyai tingkat atau derajat kekuatan yang berbeda-beda. Apabila kaidah-kaidah tadi dianggap sedemikian pentingnya, maka kaidah-kaidah tadi dinamakan tata kelakuan. Kaidah-kaidah tersebut tidaklah menjadi bagian dari suatu masyarakat secara menyeluruh, dan oleh karena itu Sumner membedakan antara kelompok sendiri (in-group) dengan kelompok luar (Out-group). Pembedaan ini ditujukan untuk dapat memberikan petunjuk bahwa ada orang-orang yang diterima dalam suatu kelompok dan ada pula yang tidak. Pembedaan tersebut menimbulkan pelbagai macam antagonisme, pertentangan serta pertikaian.
3. Mazhab Formal
Menurut Georg Simmel dari Jerman (1858-1918) bahwa elemen-elemen masyarakat mencapai kesatuan melalui bentuk-bentuk yang mengatur hubungan antara elemen-elemen tersebut. Bentuk-bentuk tadi sebenarnya adalah elemen-elemen itu sendiri.
Selanjutnya Simmel berpendapat bahwa berbagai lembaga di dalam masyarakat terwujud dalam bentuk superioritas, subordinasi dan konflik. Semua hubungan-hubungan sosial, keluarga, agama, peperangan, perdagangan, kelas-kelas dapat diberi karakteristik menurut salah satu bentuk di atas atau ketiga-tiganya.
Menurut Simmel, seseorang menjadi warga masyarakat untuk mengalami proses individualisasi dan sosialisasi. Tanpa menjadi warga masyarakat tak akan mungkin seseorang mengalami proses interaksi antara individu dan kelompok. Dengan perkataan lain, apa memungkinkan masyarakat berproses adalah bahwa setiap orang mempunyai peranan yang harus dikerjakannya. Maka interaksi individu dengan kelompok hanya dapat dimengerti dalam kerangka peranan yang dilakukan oleh individu.
Leopold Von Wiese (1876-1961) berpendapat, bahwa sosiologi harus memusatkan perhatian pada hubungan-hubungan antar manusia tanpa mengaitkannya dengan tujuan-tujuan maupun kaidah-kaidah. Sosiologi harus mulai dengan pengamatan prilaku kongkrit tertentu. Ajarannya bersifat empiris dan dia berusaha untuk mengadakan kuantifikasi, terhadap proses-proses sosial yang terjadi. Proses sosial merupakan hasil perkalian dari sikap dan keadaan, yang masing-masing dapat diuraikan ke dalam unsur-unsurnya secara sistematis.
Alfred Vierkandt (1867-1953) menyatakan bahwa sosiologi menyoroti situasi-situasi mental. Situasi-situasi tersebut tak dapat dianalisis secara tersendiri, akan tetapi merupakan hasil perilaku yang timbul sebagai akibat interaksi antar individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dengan demikian, tugas sosiologi adalah untuk menganalisis dan mengadakan sistematika terhadap gejala sosial dengan jalan menguraikannya ke dalam bentuk-bentuk kehidupan mental. Hal itu dapat ditemukan dalam gejala-gejala seperti harga diri, perjuangan, simpati, imitasi dan lain sebagainya. Itulah prekondisi suatu masyarakat yang hanya dapat berkembang penuh dalam kehidupan berkelompok atau dalam masyarakat setempat. Oleh karena itu, sosiologi harus memusatkan perhatian terhadap kelompok-kelompok sosial.
4. Mazhab Psikologi
Tokohnya diantaranya adalah Gabriel Tarde (1843-1904) dari Perancis. Dia mulai dengan suatu dugaan atau pandangan awal bahwa gejala sosial mempunyai sifat psikologis yang terdiri dari interaksi antara jiwa-jiwa individu, di mana jiwa tersebut terdiri dari kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan. Bentuk-bentuk utama dari interaksi mental individu-individu adalah imitasi, oposisi dan adaptasi atau penemuan baru. Imitasi sering kali berhadapan dengan oposisi yang menuju pada bentuk adaptasi yang baru. Dengan demikian mungkin terjadi perubahan sosial yang disebabkan oleh penemuan-penemuan baru. Hal ini menimbulkan imitasi, oposisi penemuan-penemuan baru, perubahan-perubahan dan seterusnya.
Dengan demikian, keinginan utama Tarde adalah berusaha untuk menjelaskan gejala sosial di dalam kerangka reaksi-reaksi psikis seseorang.
5. Mazhab Ekonomi
Tokoh-tokohnya: Karl Marx (1818-1883) dan Mar Weber (1864-1920). Marx telah mempergunakan metode-metode sejarah dan filsafat untuk membangun suatu teori tentang perubahan yang menunjukkan perkembangan masyarakat menuju suatu keadaan dimana ada keadilan sosial. Menurut Marx, selama masyarakat masih terbagi atas kelas-kelas, maka pada kelas yang berkuasalah akan terhimpun segala kekuatan dan kekayaan. Hukum, filsafat, agama dan kesenian merupakan refleksi dari status ekonomi kelas tersebut. Namun demikian, hukum-hukum perubahan berperanan dalam sejarah, sehingga keadaan tersebut dapat berubah baik melalui suatu revolusi maupun secara damai. Akan tetapi selama masih ada kelas yang berkuasa, maka tetap terjadi eksploitasi terhadap kelas yang lebih lemah. Oleh karena itu selalu timbul pertikaian antara kelas-kelas tersebut, pertikaian mana akan berakhir apabila salah satu kelas (yaitu kelas proletar) menang, sehingga terjadilah masyarakat tanpa kelas.
Weber antara lain menyatakan bahwa semua bentuk organisasi sosial harus diteliti menurut perilaku warganya, yang motivasinya serasi dengan harapan warga-warga lainnya. Untuk mengetahui dan menggali hal ini perlu digunakan metode pengertian. Tingkah laku individu-individu dalam masyarakat dapat diklasifikasikan menurut empat tipe ideal aksi sosial, yakni:
1. Aksi yang bertujuan, yakni tingkah-laku yang ditujukan untuk mendapatkan hasil-hasil yang efisien.
2. Aksi yang berisikan nilai yang telah ditentukan yang diartikan sebagai perbuatan untuk merealisasikan dan mencapai tujuan.
3. Aksi tradisional yang menyangkut tingkah laku yang melaksanakan suatu aturan yang bersanksi.
4. Aksi yang emosional, yaitu yang menyangkut perasaan seseorang.
5. Mazhab Hukum
Di dalam sorotannya terhadap masyarakat, Durkheim menaruh perhatian yang besar terhadap hukum yang dihubungkannya dengan jenis-jenis solidaritas yang terdapat dalam masyarakat. Hukum menurut Durkheim adalah kaidah-kaidah yang bersanksi yang berat-ringannya tergantung pada sifat pelanggaran, anggapan-anggapan serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya suatu tindakan. Di dalam masyarakat dapat ditemukan dua macam sanksi kaidah-kaidah hukum yaitu sanksi yang represif dan sanksi yang restitutif. Pada masyarakat yang didasarkan pada solidaritas mekanis terdapat kaidah-kaidah hukum dengan sanksi yang refresif, sedangkan sanksi-sanksi restitutif terdapat pada masyarakat atas dasar solidaritas organis.
Menurut Weber ada empat tipe ideal hukum yaitu:
1. Hukum irasional dan materiil, yaitu dimana pembentuk undang-undang dan hakim mendasarkan keputusan-keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa menunjuk pada suatu kaidahpun.
2. Hukum irasional dan formal, yaitu dimana pembentuk undang-undang dan hakim berpedoman pada kaidah-kaidah di luar akal, oleh karena didasarkan pada wahyu atau ramalan.
3. Hukum rasional dan materiil, dimana keputusan-keputusan para pembentuk undang-undang dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijaksanaan-kebijaksaan penguasa atau ideologi.
4. Hukum rasional dan formal yaitu dimana hukum dibentuk semata-mata atas dasar konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar